Thursday, April 25, 2013

Sastra Indonesia


Sastra Indonesia

 

Sastra Indonesia, adalah sebuah istilah yang melingkupi berbagai macam karya sastra di Asia Tenggara. Istilah "Indonesia" sendiri mempunyai arti yang saling melengkapi terutama dalam cakupan geografi dan sejarah poltik di wilayah tersebut.
Sastra Indonesia sendiri dapat merujuk pada sastra yang dibuat di wilayah Kepulauan Indonesia. Sering juga secara luas dirujuk kepada sastra yang bahasa akarnya berdasarkan Bahasa Melayu (dimana bahasa Indonesia adalah satu turunannya). Dengan pengertian kedua maka sastra ini dapat juga diartikan sebagai sastra yang dibuat di wilayah Melayu (selain Indonesia, terdapat juga beberapa negara berbahasa Melayu seperti Malaysia dan Brunei), demikian pula bangsa Melayu yang tinggal di Singapura.

 

Periodisasi

Sastra Indonesia terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:
*         lisan
*         tulisan

Bahasa lisan adalah suatu bentuk komunikasi yang unik dijumpai pada manusia yang menggunakan kata-kata yang diturunka dari kosakata yang besar (kurang lebih 10.000) bersama-sama dengan berbagai macam nama yang diucapkan melalui atau menggunakan organ mulut. Kata-kata yang terucap tersambung menjadi untaian frasa dan kalimat yang dikelompokkan secara sintaktis. Kosa kata dan sintaks yang digunakan, bersama-sama dengan bunyi bahasa yang digunakannya membentuk jati diri bahasa tersebut sebagai bahasa alami.

Menulis adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara.
Menulis biasa dilakukan pada kertas dengan menggunakan alat-alat seperti pena atau  pensil. Pada awal sejarahnya, menulis dilakukan dengan menggunakan gambar, contohnya tulisan hieroglif (hieroglyph) pada zaman Mesir Kuno.
Tulisan dengan aksara muncul sekitar 5000 tahun lalu. Orang-rang Sumeria (Irak saat ini) menciptakan tanda-tanda pada tanah liat. Tanda-tanda tersebut mewakili bunyi, berbeda dengan huruf-huruf hieroglif yang mewakili kata-kata atau benda.
Kegiatan menulis berkembang pesat sejak diciptakannya teknik percetakan, yang menyebabkan orang makin giat menulis karena karya mereka mudah diterbitkan.

Secara urutan waktu maka sastra Indonesia terbagi atas beberapa angkatan:
*         Angkatan Pujangga Lama
*         Angkatan Sastra Melayu Lama
*         Angkatan Balai Pustaka
*         Angkatan Pujangga Baru
*         Angkatan 1945
*         Angkatan 1950 - 1960-an
*         Angkatan 1966 - 1970-an
*         Angkatan 1980 - 1990-an
*         Angkatan Reformasi
*         Angkatan 2000-an

 

Pujangga Lama

Pujangga lama merupakan bentuk pengklasifikasian karya sastra di Indonesia yang dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya satra di dominasi oleh syair, pantun, gurindam dan hikayat. Di Nusantara, budaya Melayu klasik dengan pengaruh Islam yang kuat meliputi sebagian besar negara pantai Sumatera dan Semenanjung Malaya. Di Sumatera bagian utara muncul karya-karya penting berbahasa Melayu, terutama karya-karya keagamaan. Hamzah Fansuri adalah yang pertama di antara penulis-penulis utama angkatan Pujangga Lama. Dari istana Kesultanan Aceh pada abad XVII muncul karya-karya klasik selanjutnya, yang paling terkemuka adalah karya-karya Syamsuddin Pasai dan Abdurrauf Singkil, serta Nuruddin ar-Raniri.[1]

 

Karya Sastra Pujangga Lama

Sejarah

*         Sejarah Melayu (Malay Annals)

Sulalatu'l-Salatin (secara harafiah bermaksud Penurunan segala raja-raja)[1] merupakan karya dalam Bahasa Melayu dan menggunakan Abjad Jawi. Karya tulis ini memiliki sekurang-kurangnya 29 versi atau manuskrip yang tersebar di antara lain di Inggris (10 di London, 1 di Manchester), Belanda (11 di Leiden, 1 di Amsterdam), Indonesia (5 diJakarta), dan 1 di Rusia (Leningrad).
Sulalatu'l-Salatin bergaya penulisan seperti babad, di sana-sini terdapat penggambaran hiperbolik untuk membesarkan raja dan keluarganya. Namun demikian, naskah ini dianggap penting karena ia menggambarkan adat-istiadat kerajaan, silsilah raja dan sejarah Kerajaan Melayu dan boleh dikatakan menyerupai konsep Sejarah Sahih (Veritable History) Cina, yang mencatat sejarah dinasti sebelumnya

Versi naskah

Dari semua versi naskah yang ada, isinya bervariasi, baik pada fragmen, ada yang panjang dan ada yang pendek, tata letak cerita berbeda, transliterasi yang berbeda, bahkan ada versi salinan dari versi sebelumnya. Namun secara garis besarnya, naskah-naskah tersebut dapat dikelompokan atas:[3]
1.       Versi suntingan Raffles, yang diterjemahkan pertama kali oleh John Leyden dalam Bahasa Inggris tahun 1821.
2.       Versi suntingan dari Abdullah bin Abdulkadir Munsyi tahun 1831.
3.       Versi suntingan dari Edouard Dulaurier tahun 1849.
4.       Versi terjemahan kepada Bahasa Perancis tahun 1896.
5.       Versi suntingan William Shellabear tahun 1915.
6.       Versi dari Raffles 18, yang dipublikasikan oleh Richard Olaf Winstedt tahun 1938.
7.       Versi suntingan Aman Datuk Madjoindo, dicetak di Jakarta tahun 1959.

 

Perbandingan naskah


Sulalatu'l-Salatin versi Raffles maupun Shellabear pada dasarnya berisikan tentang klaim kekuasaan dan kompetisi dari para penguasa diBumi Melayu,[4] menceritakan sejarah mengenai kebangkitan, kegemilangan dan kejatuhan zaman pemerintahan Melayu yang ditulis oleh beberapa orang pengarang Melayu.[5] Namun uraian teks pada naskah ini belum dapat memberikan penjelasan yang tepat dan benar, karena masih terdapat pertentangan dengan beberapa sumber primer sejarah lainnya seperti catatan yang dibuat oleh Portugal dan Belanda. Hal ini tidak lepas dari bahwa Sulalatu'l-Salatin telah mengalami perubahan yang dilakukan oleh beberapa pengarang berikutnya yang kemungkinan ada menambah dan mengurangkan isi teks pada naskah.[6]
Sulalatu'l-Salatin memiliki beberapa variasi versi, kemungkinan versi pendek, versi yang belum diselesaikan penulisnya atau sebaliknya versi panjang merupakan tambahan yang dibuat oleh penulis berikutnya.[3] Namun demikian secara keseluruhan Sulalatu'l-Salatin merupakan sebuah karya besar yang merangkumi beberapa cerita atau kisah lain yang berkaitan dengan Dunia Melayu, sebagaimana cerita yang terdapat pada Hikayat Raja-raja Pasai,Hikayat Hang Tuah, Hikayat Siak dan sebagainya.

 

Judul naskah


Salah satu versi yang berkode Raffles 18, dianggap versi yang pertama diterjemahkan (terjemahan bebas) ke dalam Bahasa Inggris dan diberi judul Malay Annals.[7] Walau versi yang pertama kali dicetak adalah hasil suntingan Abdullah bin Abdulkadir Munsyi di Singapura tahun 1831, kemudian disusul versi William Shellabear,[8] Namun dari dari versi-versi yang berbahasa Inggris inilah kembali diterjemahkan, dan lebih dikenal dengan judul Sejarah Melayu. Sementara naskah yang diterjemahkan ke Bahasa Belanda masih tetap menggunakan judul sebagaimana yang terdapat pada naskah. Kemudian sekitar tahun 1979, judul Sulalatus Salatin kembali digunakan oleh Abdul Samad Ahmad pada versi kompilasinya, yang kemudian diikuti oleh beberapa peneliti berikutnya.[9]

 

Mukadimah naskah


Pada mukadimah naskah beberapa versi Sulalatu'l-Salatin terdapat perbedaan penafsiran untuk nama pengarang atau penyunting naskah ini, di mana nama Tun Mambangdianggap sama dengan Tun Sri Lanang.[10] Belakangan muncul versi yang dianggap mendekati versi aslinya namun tidak menyebutkan siapa pengarang atau pun penyuntingnya. Versi ini berisikan beberapa potongan cerita sebagaimana yang secara garis besar terdapat pada semua naskah Sulalatu'l-Salatin, perbedaan versi ini terdapat pada bab tertentu yang telah memberikan penanggalan dalam Hijriah pada alur ceritanya,[3] walau jika dikonfrontasi dengan sumber lainnya masih menimbulkan keraguan akan ketepatan penanggalan tersebut. Namun dari semua versi yang ada, perintah penyusunan naskah sama, menyebutkan atas titah Yang Dipertuan di Hilir.
Dari uraian mukadimah naskah pada versi Raffles 18 disebutkan penyusunan Sulalatu'l-Salatin ini adalah pada tahun 1612 oleh Bendahara. Kemudian juga diketahui bahwa selepas penaklukan Aceh pada masa Sultan Iskandar Muda atas Johor tahun 1613, Sultan Johor kemudian ditawan dan dibawa ke Aceh. Pada salah satu bab dari Bustanus Salatin,Nuruddin al-Raniri menyebutkan bahwa Bendahara Paduka Raja yang mengarang Sulalatu'l-Salatin merupakan salah satu sumber rujukankannya.

 

Isi naskah


Sulalatu'l Salatin menguraikan silsilah dari para raja di kawasan Melayu, bermula dari kedatangan Sang Sapurba keturunan Iskandar Zulkarnain, kemudian Sang Sapurba menjadiMaharajadiraja di Minangkabau, dan dari tokoh ini raja-raja di kawasan Melayu diturunkan. Selanjutnya terdapat kisah salah seorang putra Sang Sapurba dari perkawinannya dengan Wan Sundaria, putri Demang Lebar Daun, penguasa Palembang, yang bernama Sang Nila Utama bergelar Sri Tri Buana mendirikan Singapura dan putranya yang lain,Sang Mutiara disebutkan menjadi raja di Tanjungpura. Sementara gelar Sang Nila Utama tersebut mirip dengan gelar Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa dalam Prasasti Padang Roco yang bertarikh 1286, merupakan Maharaja di Bumi Melayu yang mendapat kiriman hadiah Arca Amoghapasa dari Kertanagara Maharajadiraja Singhasari.[11]Kemudian pada tahun 1347, Adityawarman menambah pahatan aksara pada bagian belakang Arca Amoghapasa tersebut, dan menyebutkan memulihkan kerajaan sebelumnyakemudian dinamainya Malayapura, serta ia sendiri menyandang gelar maharajadiraja.[12]

Sulalatu'l Salatin juga menceritakan tentang ekspansi Jawa di kawasan Melayu serta juga menyebutkan tentang sepeninggal Raja Majapahit, kemudian kedudukannya digantikan oleh anak perempuannya atas sokongan patihnya. Ratu Majapahit ini disebutkan menikah dengan putra Raja Tanjungpura. Hal ini jika dibandingkan dengan naskah JawaDesawarnana dan Pararaton,[13][14] yang menceritakan tentang pergantian Raja Majapahit Jayanagara kepada saudara perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi yang disokong oleh Gajah Mada. Ratu Majapahit ini kemudian menikah dengan Cakradhara bergelar Kertawardhana Bhre Tumapel, dan nantinya melahirkan Hayam Wuruk. BerdasarkanPrasasti Wingun Pitu terdapat Bhre Tanjungpura sebagai salah satu batara yang memerintah di salah satu daerah bawahan pemerintahan Majapahit. Prasasti ini bertarikh 1447, kemungkinan pada akhir pemerintahan Ratu Suhita, dalam Pararaton Ratu Majapahit ini disebutkan menikah dengan Bhra Hyang Parameswara.

Secara rinci Sulalatu'l Salatin memberikan urutan nama-nama raja di Malaka, kemudian terdapat berita kedatangan Afonso de Albuquerque dari Goa atas perintah Raja Portugaluntuk menaklukan Malaka tahun 1511 pada masa Sultan Mahmud Syah. Perang melawan penaklukan Portugal ini membuat Sultan Malaka terpaksa berpindah pindah, mulai dariBintan terus ke Kampar, kemudian ke Johor. Berdasarkan kronik Cina masa Dinasti Ming disebutkan pendiri Malaka adalah Pai-li-mi-su-la (Parameswara) yang mengunjungi Kaisar Cina tahun 1405 dan 1409, namun nama tersebut tidak dijumpai pada semua versi Sulalatu'l-Salatin, tetapi nama ini kemudian dirujuk kepada Raja Iskandar Syah.[15] Kontroversi identifikasi tokoh ini masih diperdebatkan sampai sekarang.

Penyampaian alur cerita pada Sulalatu'l-Salatin tidak lepas dari pengaruh politik yang berkuasa pada setiap masa penulisannya, karena ada alur cerita yang tidak semua versi menyebutnya. Sisipan cerita tambahan tersebut mungkin sebagai legitimasi bagi penguasa-penguasa berikutnya di kawasan Melayu. Hal ini terlihat pada Bustanus Salatin, pada salah satu pasalnya terdapat silsilah keturunan Sultan Aceh yang nasabnya dirujuk sampai kepada raja Melayu dari Bukit Siguntang.

Kemudian ada pula sisipan cerita pengiriman utusan ke Makassar, yang kemudian pulang bersama seorang bangsawan Bugis yang hebat dan kemudian dikenal dengan namaHang Tuah. Sementara dari versi lain Hang Tuah disebutkan hanyalah seorang nelayan dari Bintan namun memiliki kemahiran dalam silat, kemudian diangkat menjadi laksamanadan berperan dalam menjaga Malaka dari ancaman luar. Sementara kisah kunjungan utusan Raja Malaka kepada Raja Goa di Sulawesi tidak dijumpai pada versi Raffles, Abdullah, Dulaurier, Shellabear, Winstedt, Madjoindo dan lainnya. Kisah tersebut hanya terdapat pada naskah yang disebut ada di Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia saja.[10]Kemungkinan munculnya kisah ini sangat berkaitan dengan cerita sebagaimana yang terdapat pada Tuhfat al-Nafis.
Sulalatu'l Salatin mengambarkan keterkaitan masing masing kawasan di nusantara. Kisah kedatangan    Islam  di Pasai                                                                                                            memberikan gambaran tentang awal dakwah Islam di kawasan Melayu. Kemudian dilanjutkan dengan cerita hubungan perkawinan antara putri Raja Pasai dengan Raja Malaka, yang menandakan Islam juga telah tersebar ke Malaka. Hubungan Pasai dan Malaka ini terus berlanjut dimana pada masa berikutnya Sultan Malaka disebutkan turut membantu memadamkan pemberontakan yang terjadi di Pasai. Laporan Ma Huan pembantu Cheng Ho menyebutkan bahwa adat istiadat  seperti  bahasa, maupun tradisi pada upacara kelahiran, perkawinan dan kematian yang digunakan masyarakat Pasai dan Malaka adalah sama.[16]

 

]Bab penutup

 

Dari semua variasi naskah Sulalatu'l-Salatin, umumnya diakhiri oleh bab yang berisikan tentang kematian Tun Ali Hati. Namun ada juga yang diakhiri oleh cerita serangan Jambi keJohor (1673), kemudian ada juga sebagaimana yang terdapat pada Hikayat Raja Akil (Sultan Sukadana) yang diakhiri oleh Perang Palembang (1819-1821).

 

Penulisan naskah


Sulalatu'l Salatin merupakan naskah tulis tangan yang ditulis  pada kertas  mengguna- kan  Abjad Jawi. Karya ini kemungkinan pertama kali ditulis sekitar abad ke-16. Dalam Sulalatu'l Salatin diceritakan bingkisan kiriman Batara Majapahit digambarkan nipisnya seperti kertas. Kemudian disebutkan juga kisah Hang Nadim berkunjung ke India dan memesan kain sebagaimana sketsa yang telah ditulis sebelumnya pada kertas. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat pada kawasan Melayu telah mengenal pengunaan kertas sebagai alat tulis dalam kehidupannya.

 

Rujukan

1.       ^ Marsden, W., (1811) The History of Sumatra, London.
3.       ^ a b c Roolvink, R., (1967), The Variant Version of The Malay Annals, kitlv-journals.
4.       ^ Wolters, O. W., (1999), History, culture, and region in Southeast Asian perspectives, SEAP Publications, ISBN 0877277257.
6.       ^ a b Milner, A., (2010), The Malays, John Wiley and Sons, ISBN 1444339036.
7.       ^ Raffles, T.S., (1821), Malay annals (translated from the Malay language, by the late Dr. John Leyden).
8.       ^ Shellabear, W.G., (1915), Sejarah Malayu or the Malay annals, Methodist Publishing House
9.       ^ Ahmad Rizal Rahim, (2000), Sulalatus Salatin, Jade Green Publications, ISBN 983929377X.
10.    ^ a b Samad, A. A., (1979), Sulalatus Salatin, Dewan Bahasa dan Pustaka.
11.    ^ Muljana, Slamet, (1981), Kuntala, Sriwijaya Dan Suwarnabhumi, Jakarta: Yayasan Idayu.
12.    ^ Kern, J.H.C., (1907), De wij-inscriptie op het Amoghapāça-beeld van Padang Candi(Batang Hari-districten); 1269 Çaka, Tijdschrift voor Indische Taal-, Land-, en Volkenkunde.
13.    ^ Brandes, J. L. A., (1904), Nāgarakrĕtāgama: lofdicht van Prapanjtja op koning Rasadjanagara, Hajam Wuruk, van Madjapahit, Albrecht.
14.    ^ Brandes, J. L. A., (1896), Pararaton: Ken Arok of het boek der koningen van Tumapěl en van Majapahit, Albrecht & Rusche
15.    ^ Wake, Christopher H., (1964), Malacca's Early Kings and the Reception of Islam, Journal of Southeast Asian History 5, No. 2, pp. 104-128.
16.    ^ Yuanzhi Kong, (2000), Muslim Tionghoa Cheng Ho: misteri perjalanan muhibah di Nusantara, Yayasan Obor Indonesia, ISBN 9794613614.

Hikayat

*         Hikayat Abdullah
*         Hikayat Aceh
*         Hikayat Amir Hamzah
*         Hikayat Andaken Penurat
*         Hikayat Bayan Budiman
*         Hikayat Djahidin
*         Hikayat Hang Tuah
*         Hikayat Iskandar Zulkarnain
*         Hikayat Kadirun
*         Hikayat Kalila dan Damina
*         Hikayat Masydulhak
*         Hikayat Pandawa Jaya
*         Hikayat Pandja Tanderan
*         Hikayat Putri Djohar Manikam
*         Hikayat Sri Rama
*         Hikayat Tjendera Hasan
*         Tsahibul Hikayat

Syair

*         Syair Bidasari
*         Syair Ken Tambuhan
*         Syair Raja Mambang Jauhari
*         Syair Raja Siak

 

Kitab agama

*         Syarab al-'Asyiqin (Minuman Para Pecinta) oleh Hamzah Fansuri
*         Asrar al-'Arifin (Rahasia-rahasia para Gnostik) oleh Hamzah Fansuri
*         Nur ad-Daqa'iq (Cahaya pada kehalusan-kehalusan) oleh Syamsuddin Pasai
*         Bustan as-Salatin (Taman raja-raja) oleh Nuruddin ar-Raniri

 

Sastra Melayu Lama

 

Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 - 1942, yang berkembang dilingkungan masyarakat Sumatera seperti "Langkat, Tapanuli, Minangkabau dan daerah Sumatera lainnya", orang Tionghoa dan masyarakat Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat.


Karya Sastra Melayu Lama

 

*       Robinson Crusoe (terjemahan)
*       Lawan-lawan Merah
*       Mengelilingi Bumi dalam 80 hari (terjemahan)
*       Graaf de Monte Cristo (terjemahan)
*       Kapten Flamberger (terjemahan)
*       Rocambole (terjemahan)
*       Nyai Dasima oleh G. Francis (Indo)
*       Bunga Rampai oleh A.F van Dewall
*       Kisah Perjalanan Nakhoda Bontekoe
*       Kisah Pelayaran ke Pulau Kalimantan
*       Kisah Pelayaran ke Makassar dan lain-lainnya
*       Cerita Siti Aisyah oleh H.F.R Kommer (Indo)
*       Cerita Nyi Paina
*       Cerita Nyai Sarikem
*       Cerita Nyonya Kong Hong Nio
*       Nona Leonie
*        
*       Warna Sari Melayu oleh Kat S.J
*       Cerita Si Conat oleh F.D.J. Pangemanan
*       Cerita Rossina
*       Nyai Isah oleh F. Wiggers
*       Drama Raden Bei Surioretno
*       Syair Java Bank Dirampok
*       Lo Fen Kui oleh Gouw Peng Liang
*       Cerita Oey See oleh Thio Tjin Boen
*       Tambahsia
*       Busono oleh R.M.Tirto Adhi Soerjo
*       Nyai Permana
*       Hikayat Siti Mariah oleh Hadji Moekti (indo)

dan masih ada sekitar 3000 judul karya sastra Melayu-Lama lainnya

 

 

Angkatan Balai Pustaka

 

Angkatan Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.
Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura.
Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai "Raja Angkatan Balai Pustaka" oleh sebab banyak karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran para pengarang, dapatlah dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah "novel Sumatera", dengan Minangkabau sebagai titik pusatnya.[2]

[sunting] Penulis dan Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka

*       Merari Siregar
*       Azab dan Sengsara (1920)
*       Binasa kerna Gadis Priangan (1931)
*       Cinta dan Hawa Nafsu
*       Marah Roesli
*       Siti Nurbaya (1922)
*       La Hami (1924)
*       Anak dan Kemenakan (1956)
*       Muhammad Yamin
*       Tanah Air (1922)
*       Indonesia, Tumpah Darahku (1928)
*       Ken Arok dan Ken Dedes (1934)
*       Nur Sutan Iskandar
*       Cinta yang Membawa Maut (1926)
*       Salah Pilih (1928)
*       Karena Mentua (1932)
*       Tuba Dibalas dengan Susu (1933)
*       Hulubalang Raja (1934)
*       Katak Hendak Menjadi Lembu (1935)
*       Tulis Sutan Sati
*       Tak Disangka (1923)
*       Sengsara Membawa Nikmat (1928)
*       Tak Membalas Guna (1932)
*       Memutuskan Pertalian (1932)
*       Djamaluddin Adinegoro
*       Darah Muda (1927)
*       Asmara Jaya (1928)
*       Abas Soetan Pamoentjak
*       Pertemuan (1927)
*       Abdul Muis
*       Salah Asuhan (1928)
*       Pertemuan Djodoh (1933)
*       Aman Datuk Madjoindo
*       Menebus Dosa (1932)
*       Si Cebol Rindukan Bulan (1934)
*       Sampaikan Salamku Kepadanya (1935)

 

Pujangga Baru


Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis.
Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 - 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana dkk. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu :
1.        Kelompok "Seni untuk Seni" yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
2.        Kelompok "Seni untuk Pembangunan Masyarakat" yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.

 

Penulis dan Karya Sastra Pujangga Baru

*       Dian Tak Kunjung Padam (1932)
*       Tebaran Mega - kumpulan sajak (1935)
*       Layar Terkembang (1936)
*       Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940)
*       Hamka
*       Di Bawah Lindungan Ka'bah (1938)
*       Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1939)
*       Tuan Direktur (1950)
*       Didalam Lembah Kehidoepan (1940)
*       Armijn Pane
*       Belenggu (1940)
*       Jiwa Berjiwa
*       Gamelan Djiwa - kumpulan sajak (1960)
*       Djinak-djinak Merpati - sandiwara (1950)
*       Kisah Antara Manusia - kumpulan cerpen (1953)
*       Sanusi Pane
*       Pancaran Cinta (1926)
*       Puspa Mega (1927)
*       Madah Kelana (1931)
*       Sandhyakala Ning Majapahit (1933)
*       Kertajaya (1932)
*       Tengku Amir Hamzah
*       Nyanyi Sunyi (1937)
*       Begawat Gita (1933)
*       Setanggi Timur (1939)
*       Roestam Effendi
*       Pertjikan Permenungan
*       Sariamin Ismail
*       Kalau Tak Untung (1933)
*       Pengaruh Keadaan (1937)
*       Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935)
*       Sukreni Gadis Bali (1936)
*       I Swasta Setahun di Bedahulu (1938)
*       J.E.Tatengkeng
*       Rindoe Dendam (1934)
*       Fatimah Hasan Delais
*       Kehilangan Mestika (1935)
*       Said Daeng Muntu
*       Pembalasan
*       Karena Kerendahan Boedi (1941)
*       Karim Halim
*       Palawija (1944)

 

Angkatan 1945


Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan '45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik - idealistik. Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar. Sastrawan angkatan '45 memiliki konsep seni yang diberi judul "Surat Kepercayaan Gelanggang". Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan angkatan '45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani.

 

Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945

*       Chairil Anwar
*       Kerikil Tajam (1949)
*       Deru Campur Debu (1949)
*       Asrul Sani, bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar
*       Tiga Menguak Takdir (1950)
*       Idrus
*       Aki (1949)
*       Achdiat K. Mihardja
*       Atheis (1949)
*       Trisno Sumardjo
*       Katahati dan Perbuatan (1952)
*       Utuy Tatang Sontani
*       Suling (drama) (1948)
*       Tambera (1949)
*       Awal dan Mira - drama satu babak (1962)
*       Suman Hs.
*       Kasih Ta' Terlarai (1961)
*       Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957)
*       Pertjobaan Setia (1940)

 

Angkatan 1950 - 1960-an

 

Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra.
Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan diantara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.

 

Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 - 1960-an

*       Pramoedya Ananta Toer
*       Kranji dan Bekasi Jatuh (1947)
*       Bukan Pasar Malam (1951)
*       Di Tepi Kali Bekasi (1951)
*       Keluarga Gerilya (1951)
*       Mereka yang Dilumpuhkan (1951)
*       Perburuan (1950)
*       Cerita dari Blora (1952)
*       Gadis Pantai (1965)
*       Nh. Dini
*       Dua Dunia (1950)
*       Hati jang Damai (1960)
*       Sitor Situmorang
*       Dalam Sadjak (1950)
*       Pertempuran dan Saldju di Paris (1956)
*       Mochtar Lubis
*       Tak Ada Esok (1950)
*       Jalan Tak Ada Ujung (1952)
*       Tanah Gersang (1964)
*       Si Djamal (1964)
*       Marius Ramis Dayoh
*       Putra Budiman (1951)
*       Pahlawan Minahasa (1957)
*       Ajip Rosidi
*       Tahun-tahun Kematian (1955)
*       Ditengah Keluarga (1956)
*       Sebuah Rumah Buat Hari Tua (1957)
*       Cari Muatan (1959)
*       Pertemuan Kembali (1961)
*       Ali Akbar Navis
*       Robohnya Surau Kami - 8 cerita pendek pilihan (1955)
*       Bianglala - kumpulan cerita pendek (1963)
*       Hujan Panas (1964)
*       Kemarau (1967)
*       Toto Sudarto Bachtiar
*       Etsa sajak-sajak (1956)
*       Suara - kumpulan sajak 1950-1955 (1958)
*       Ramadhan K.H
*       Priangan si Jelita (1956)
*       W.S. Rendra
*       Balada Orang-orang Tercinta (1957)
*       Empat Kumpulan Sajak (1961)
*       Ia Sudah Bertualang (1963)
*       Subagio Sastrowardojo
*       Simphoni (1957)
*       Nugroho Notosusanto
*       Hujan Kepagian (1958)
*       Rasa Sajangé (1961)
*       Tiga Kota (1959)
*       Trisnojuwono
*       Angin Laut (1958)
*       Dimedan Perang (1962)
*       Laki-laki dan Mesiu (1951)
*       Toha Mochtar
*       Pulang (1958)
*       Gugurnya Komandan Gerilya (1962)
*       Daerah Tak Bertuan (1963)
*       Purnawan Tjondronagaro
*       Mendarat Kembali (1962)
*       Bokor Hutasuhut
*       Datang Malam (1963)

 

Angkatan 1966 - 1970-an

 

Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis.[3] Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya sastra beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra pada masa ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an yang juga termasuk dalam kelompok ini adalah Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.

 

Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1966

*       Taufik Ismail
*       Tirani dan Benteng
*       Sajak Ladang Jagung
*       Kenalkan
*       Saya Hewan
*       Puisi-puisi Langit
*       O
*       Amuk
*       Kapak
*       Abdul Hadi WM
*       Meditasi (1976)
*       Tergantung Pada Angin (1977)
*       Sapardi Djoko Damono
*       Dukamu Abadi (1969)
*       Mata Pisau (1974)
*       Goenawan Mohamad
*       Parikesit (1969)
*       Interlude (1971)
*       Seks, Sastra, dan Kita (1980)
*       Umar Kayam
*       Sri Sumarah dan Bawuk
*       Lebaran di Karet
*       Kelir Tanpa Batas
*       Para Priyayi
*       Jalan Menikung
*       Danarto
*       Godlob
*       Adam Makrifat
*       Berhala
*       Nasjah Djamin
*       Hilanglah si Anak Hilang (1963)
*       Gairah untuk Hidup dan untuk Mati (1968)
*       Putu Wijaya
*       Bila Malam Bertambah Malam (1971)
*       Telegram (1973)
*       Stasiun (1977)
*        
*           Pabrik
*           Gres
*           Bom
*       Djamil Suherman
*       Perjalanan ke Akhirat (1962)
*       Manifestasi (1963)
*       Titis Basino
*       Dia, Hotel, Surat Keputusan (1963)
*       Lesbian (1976)
*       Bukan Rumahku (1976)
*       Pelabuhan Hati (1978)
*       Pelabuhan Hati (1978)
*       Leon Agusta
*       Monumen Safari (1966)
*       Catatan Putih (1975)
*       Di Bawah Bayangan Sang Kekasih (1978)
*       Hukla (1979)
*       Iwan Simatupang
*       Ziarah (1968)
*       Kering (1972)
*       Merahnya Merah (1968)
*       Keong (1975)
*       RT Nol/RW Nol
*       M.A Salmoen
*       Masa Bergolak (1968)
*       Ibu (1969)
*       Chairul Harun
*       Warisan (1979)
*       Kuntowijoyo
*       Khotbah di Atas Bukit (1976)
*       M. Balfas
*       Lingkaran-lingkaran Retak (1978)
*       Mahbub Djunaidi
*       Dari Hari ke Hari (1975)
*       Wildan Yatim
*       Pergolakan (1974)
*       Perjanjian dengan Maut (1976)
*       Ismail Marahimin
*       Dan Perang Pun Usai (1979)
*       Wisran Hadi
*       Empat Orang Melayu

           Jalan Lurus

 

Angkatan 1980 - 1990-an


Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum.
Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor Ganie.
Nh. Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol pada dekade 1980-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, di mana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur.
Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 1980-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya.
Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman Hariwijaya dengan serial Lupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat.
Ada nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang dikomandani Titie Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardhani, Diah Hadaning, Yvonne de Fretes, dan Oka Rusmini.

 

Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980

*       Ahmadun Yosi Herfanda
*       Ladang Hijau (1980)
*       Sajak Penari (1990)
*       Sebelum Tertawa Dilarang (1997)
*       Fragmen-fragmen Kekalahan (1997)
*       Sembahyang Rumputan (1997)
*       Y.B Mangunwijaya
*       Burung-burung Manyar (1981)
*       Darman Moenir
*       Bako (1983)
*       Dendang (1988)
*       Budi Darma
*       Olenka (1983)
*       Rafilus (1988)
*       Sindhunata
*       Anak Bajang Menggiring Angin (1984)
*       Arswendo Atmowiloto
*       Canting (1986)

 

*       Hilman Hariwijaya
*       Lupus - 28 novel (1986-2007)
*       Lupus Kecil - 13 novel (1989-2003)
*       Olga Sepatu Roda (1992)
*       Lupus ABG - 11 novel (1995-2005)
*       Dorothea Rosa Herliany
*       Nyanyian Gaduh (1987)
*       Matahari yang Mengalir (1990)
*       Kepompong Sunyi (1993)
*       Nikah Ilalang (1995)
*       Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999)
*       Gustaf Rizal
*       Segi Empat Patah Sisi (1990)
*       Segi Tiga Lepas Kaki (1991)
*       Ben (1992)
*       Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (1999)
*       Remy Sylado
*       Ca Bau Kan (1999)
*       Kerudung Merah Kirmizi (2002)

 

 

Angkatan Reformasi

 

Seiring terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke BJ Habibie lalu KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Sukarnoputri, muncul wacana tentang "Sastrawan Angkatan Reformasi". Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik, khususnya seputar reformasi. Di rubrik sastra harian Republika misalnya, selama berbulan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa atau sajak-sajak reformasi. Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi puisi juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik.
Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kelahiran karya-karya sastra -- puisi, cerpen, dan novel -- pada saat itu. Bahkan, penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noer, dan Hartono Benny Hidayat, juga ikut meramaikan suasana dengan sajak-sajak sosial-politik mereka.

 

Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi

*                   Puisi Pelo
*                   Darman

 

Angkatan 2000-an

 

Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki juru bicara, Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya "Sastrawan Angkatan 2000". Sebuah buku tebal tentang Angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 2002. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam Angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada akhir 1990-an, seperti Ayu Utami dan Dorothea Rosa Herliany.

 

Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2000

*       Ayu Utami
*       Saman (1998)
*       Larung (2001)
*       Seno Gumira Ajidarma
*       Atas Nama Malam
*       Biola Tak Berdawai
*       Dewi Lestari
*       Supernova 2.1: Akar (2002)
*       Supernova 2.2: Petir (2004)
*       Ayat-Ayat Cinta (2004)
*       Diatas Sajadah Cinta (2004)
*       Ketika Cinta Berbuah Surga (2005)
*       Pudarnya Pesona Cleopatra (2005)
*       Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007)
*       Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007)
*       Dalam Mihrab Cinta (2007)
*       Andrea Hirata
*       Laskar Pelangi (2005)
*       Sang Pemimpi (2006)
*       Edensor (2007)
*       Maryamah Karpov (2008)

 

Cybersastra

 

Era internet memasuki komunitas sastra di Indonesia. Banyak karya sastra Indonesia yang tidak dipublikasi berupa buku namun termaktub di dunia maya (Internet), baik yang dikelola resmi oleh pemerintah, organisasi non-profit, maupun situs pribadi. Ada beberapa situs Sastra Indonesia di dunia maya.

 

Pranala luar

*       http://www.sumpahpalapa.com/ (lihat link sastra)

 

Referensi

1.       ^ Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia 1200-2004. London: MacMillan.
2.       ^ Mahayana, Maman S, Oyon Sofyan (1991). Ringkasan dan Ulasan Novel Indonesia Modern. Jakarta: Grasindo.
3.       ^ Yudiono (2007). Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo.

Arsitektur · Seni · Film · Makanan · Tari · Mitologi · Pendidikan · Sastra · Media · Musik · Hari penting · Olahraga · Busana daerah
Topik lainnya

No comments: